Raut wajah Ahmad (nama samaran) tidak muram lagi. Ahmad mulai menunjukkan semangat, meski tidak sama seperti sebelumnya. Ahmad meyakini dirinya akan diterima menjadi santri Pondok Modern Gontor.
Ahmad mulai menerima usulan kami untuk mengikuti program intensif Bimago (Bimbingan Masuk Gontor) Banua IKPM Kalimantan Selatan.
Program intensif yang diadakan Bimago Banua Kalimantan Selatan, untuk calon pelajar pondok modern Gontor merupakan "mission imposible" bagi Ahmad, calon pelajar istimewa putra anggota Kepolisian di daerah domisili penulis.
Mengapa "mission impossible"?
Tiga hari persiapan merupakan waktu yang mustahil bagi Ahmad untuk menghadapi tes masuk Gontor.
Tiga hari menjadi waktu yang krusial bagi Ahmad untuk memaksimalkan penguasaan semua materi yang diujikan dalam penerimaan calon pelajar KMI Gontor.
Teringat ketika Manchester United, 26 Mei 1999, Camp Nou, Barcelona, pernah menyuguhkan salah satu pertandingan terbaik dalam sejarah liga champions. Kala itu, The Red Devils berhasil mewujudkan comeback dramatis atas Bayern Munchen untuk keluar sebagai juara.
Sejak awal mengikuti program pembelajaran Bimago Banua Kalimantan Selatan, penulis pernah mewanti-wanti Ahmad penggemar futsal itu, untuk lebih fokus dan serius dalam mempelajari materi yang akan diujikan.
Sebenarnya, tes masuk Gontor itu lebih mudah, dibanding ujian akhir KMI. Seperti yang pernah penulis rasakan betul; selama menjadi capel sampai lulus dari pondok, yang mana sistem pembelajarannya sangat ketat dan memiliki disiplin yang luar biasa.
Gontor menjadi satu-satunya pesantren yang masih mempertahankan "a'thi kulla dzi haqqin haqqahu", nilai berdasarkan atas usaha yang sudah dilakukan, bukan mengacu pada sistem KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yang penuh akan angka manipulatif, jauh dari kenyataan.
Sebenarnya, pihak IKPM Kalsel melalui Bimago telah melakukan upaya peningkatan kemampuan Ahmad, jauh sebelum mission imposible tiga hari, yaitu dengan menggiatkan belajar tatap muka sebelum covid-19 melanda dunia, hingga pembelajaran daring selama pandemi berlangsung.
Namun, tidak hanya sampai di situ saja. Penulis sekaligus pengajar bimago, masih was-was bahwa Ahmad belum tuntas pembelajarannya, hingga diberikannya video-video pembelajaran.
"Kami sangat mengharapkan Ahmad bisa menjadi santri pondok modern Gontor," kata orangtua Ahmad di kediamannya, saat penulis dan salah satu pengurus IKPM Kalsel berkunjung.
Dalam kunjungan tersebut, kami mengutarakan bahwa tujuan kedatangan bukan hanya menakar ketidaktuntasan Ahmad dalam menguasai materi. Akan tetapi juga menegaskan kesiapan mental orangtua sekaligus Ahmad, jika tidak diterima menjadi santri Gontor.
Karena itu, kami menginginkan adanya win win solution untuk mewujudkan keinginan Ahmad dan orangtuanya menjadi bagian keluarga besar pondok modern Gontor. Kami tidak ingin jika azzam yang kuat tersebut tidak ditopang kesiapan mental, walaupun belum bisa mengikuti standar Gontor.
Akhirnya kesepakatan terakhir terwujud, dengan segala kemungkinan yang sudah diutarakan, apabila tidak diterima dalam tes masuk calon pelajar, maka Ahmad akan dimasukkan ke pondok alumni, dan tahun selanjutnya mengikuti tes kembali dengan persiapan yang lebih matang.
Hati kamipun lega dengan kesepakatan ini. Namun tenggat waktu yang diberikan selama tiga hari memacu penulis untuk memutar otak dalam mensukseskan impian Ahmad dan orangtua.
Jurus demi juruspun penulis lakukan, dari melatih fokus dan konsentrasi sampai mengajarkan detail materi.
Singkatnya, setelah berangkat ke Gontor dan mengikuti tes calon pelajar dengan diantar pengurus IKPM, Ahmad beserta calon pelajar dari Kalimantan Selatan menjalani proses yang terbilang dramatis.
Begitu dramatisnya, jantung ini berdegup kencang mendengarkan hasil pengumuman yang lulus.
Terdengar sayup-sayup suara Ustadz yang mengumumkan kelulusan. Samar-samar pengurus mendengar bahwa Ahmad lulus di Gontor 9 Aceh.
Penulispun gembira mendengarkan itu, jauh di bumi borneo, karena sebab dan lain hal tidak bisa mendampingi calon pelajar, walaupun sudah ada rekomendasi dari pengurus IKPM Kalsel untuk menyertai.
Kabar tersebut masih mubham, karena perlu pengecekan ulang di papan pengumuman.
Hasilnya, tidak ada kata yang bisa diucapkan oleh pengurus IKPM (Ust Abu Basyasya), setelah penulis desak untuk mengabarkan. Suasana hatipun campur aduk dan hanya pesan singkat di whatsapp dikirimkan beliau, bahwa Ahmad calon pelajar istimewa itu dinyatakan belum lulus.
Ya Rabb, segala doa dan usaha sudah dilakukan, takdir berkata lain dan Ahmad belum diterima menjadi santri Gontor.
Pengurus IKPM Kalimantan Selatan pun berusaha membesarkan hati yang belum lulus termasuk Ahmad.
Tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki, karena bisa jadi, apabila Ahmad diterima pada tahun ini, akan berdampak pada kondisi mental dan psikologisnya, karena kesiapan sebagai santri pondok modern Gontor belum matang, sehingga di fase selanjutnya terseok-seok sampai penghujung studi di KMI, bahkan tidak sampai tuntas (raji' 'ala al-dawam).
Selamat berjuang lagi Ahmad, insya Allah kami akan menghantarkan mimpimu dan orangtuamu menjadi bagian pondok modern Gontor hingga alumnus.
Mission Impossible is delayed
Tentang Penulis
Widi Dalang
Alumni Gontor tahun 1999 Akhir (Spinker 620)